Tulisan Bebas

13 Tahun Bersama XL

13 tahun bukanlah waktu yang cepat, tidak juga bisa dianggap sebagai waktu terlama. Namun, 13 tahun apabila diukur berdasarkan umur tentulah itu waktu yang lama. Apabila dimulai dari bayi, mungkin 13 tahun sudah jadi anak sekolah dasar. Atau bila ikut kelas akselerasi sudah anak Sekolah Menengah.. 😀

logo XL dari Wikipedia

logo XL dari Wikipedia

Tapi bagi saya, 13 tahun terasa sangat cepat. Tak terasa sama sekali. Sekian banyak pencapaian, sekian banyak perjalanan dan tak terasa ribuan kilometer telah dilalui. Mulai dari kuliah, kerja sambil kuliah, pengorganisiran, demonstrasi, lulus kuliah, bekerja hingga sekarang menikah. Berkeliling Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi hampir semua pernah dilalui.

Tak pernah menyesali ketika pertama kali ditawari seorang teman kuliah yang saat itu memulai bisnis berjualan kartu perdana. Kala itu dia menawarkan berbagai macam kartu perdana, tapi pilihan saya jatuh ke nomor XL Jempol. Harganya memang lebih mahal diantara kartu perdana provider lain, namun karena keluarga semua menggunakan XL maka mau tak mau saya juga ikut. Pertimbangan yang lain adalah karena XL satu-satunya provider yang pertama kali memasang BTS di desa saya. 😀

Yang menjadi masalah adalah saya belum punya handphone kala itu. Bahkan yang paling jelek sekalipun. Karena waktu itu sangat wajar bagi kami mahasiswa golongan nanggung (ganteng ngga, kaya ngga, kere iya) untuk berbagi Handphone. Iya, handphone satu, kartunya satu kontrakan. Jadi setiap orang dari satu kontrakan punya kartunya masing-masing. Satu lobang rame-rame.

Maka, mau tak mau saya harus mencari uang agar bisa membeli handphone. Beruntung ada teman-teman yang selalu memberi saran. Pada akhirnya berjualan buku yang menjadi pilihan saat itu. 3 bulan setelahnya saya bisa membeli sebuah Handphone paling jelek, seharga 200 ribu. Saya pasanglah kartu XL Jempol.

Sambil tetap berjualan buku, saya ikut teman-teman seorganisasi untuk pengorganisiran petani di daerah Batang, Pekalongan. Satu hal yang tidak akan pernah saya lupakan saat itu adalah waktu kami naik ke daerah Pagilaran, tepatnya di desa Sambi. Sebuah kebun teh di daerah Batang. Hampir semua provider tidak mendapatkan sinyal, namun XL saya masih lancar-lancar saja. Walau cuma 1-2 bar sinyal. Berhari-hari kami disana, tetap XL yang jadi juara. Bahkan sampai HP saya yang jadi korban. Gonta-ganti kartu tetap saja provider lain ngga ada sinyal.. 😀

Tahun 2006, ketika gempa melanda Jogja dan Klaten, saya juga ikut rombongan relawan, bahkan sampai hampir 2 tahun mengikuti kegiatan recovery. Hari pertama datang adalah H+1 kejadian, hampir tak ada satupun provider telekomunikasi yang bisa digunakan kecuali di daerah-daerah tertentu. Kegiatan penyaluran bantuan dan kegiatan lain menggunakan bantuan HT. Baru setelah H+2 sinyal XL sudah ada di daerah Bantul. Yang lain rata-rata H+3.

Saat mulai marak ada GPRS, HP saya sudah berganti. Bisnis buku sudah saya tinggalkan karena saya harus bertanggung jawab untuk bekerja di sebuah perusahaan. Saat itu saya tertarik menggunakan HP lama merk Sony Erricson R380. HP yang menurut saya adalah kakek dari PDA. Tapi koneksinya lengkap. Sudah mendukung berbagai macam jalur data termasuk GPRS. Menggunakan kartu XL dan HP tersebut mulailah saya menjadi warga digital.

Berganti-ganti HP sudah hampir berkali-kali. Mencoba berganti provider juga sudah saya coba. Istilahnya punya pacar, ganti kartu biar dibilang seiman. Namun, entah kenapa saya tetep kekeuh menggunakan kartu XL Jempol saya. Bahkan ketika sudah menikah, saya tetap menggunakan Kartu XL saya, walaupun istri menggunakan kartu yang berbeda. Toh, XL jauh lebih murah untuk menelepon ke provider lain. Entah dengan kartu lain.. 😀

Banyak pengalaman ketika menggunakan kartu yang sudah berumur 13 tahun ini, bahkan kalau mau diceritakan tak akan cukup 1 buku untuk menampungnya. Karena sudah 13 tahun pula kartu XL ini menemani. Mulai dari hanya bisa SMS dan Telpon sampai sekarang bisa berselancar dunia maya.

Terima kasih XL sudah memberikan pelayanan terbaik. Ada banyak keluhan dan kekecewaan, namun jauh lebih sedikit dibanding kebahagiaan dan rasa puas.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Live Blog Competition oleh XL 08 Oktober 2015.

Standard

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *